“Islam instansi pertama yang meletakkan tanggungjawab atas masing masing para anggota masyarakat itu sendiri sesuai dengan prinsip pernghargaannya terhadap martabat dan kemerdekaan pribadi manusia”. Dengan lain perkataan, kekuatan memelihara kemaslahatan dan stabilitas hidup bermasyarakat ditanamkan dalam masyarakat itu sendiri. Satu masyarakat yang rasa tanggungjawab para anggotanya sudah tumpul, dlamirnya sudah bisu, karena sudah biasa dengan hidup digembalakan dari luar, bisa dihalau kekiri dan kekanan dan biasa memulangkan segala galanya kepada “Yang Berwajib” dengan segala alat alat kekuasaannya, masyarakat yang begitu pada suatu ketika pasti akan terbentur kepada suatu keadaan dimana polisinya perlu dipolisi-i, para sipirnya perlu disipiri, pengawas itu perlu diawasi ....lantaran pencegah pelanggar turut melanggar, masing masing dengan kemahiran dan keseniannya masing masing... tidak satupun dari semua itu menjadi pembicaraan umum, semua diketahui orang sebagai rahasia umum...batas benar salah menjadi kabur, kepercayaan merosot ...”Begitu, bila dlamir (consiense) masyarakat sudah tumpul dan bisu (M. Natsir, Fiqhud Da’wah, Jejak risalah dan dasar dasar dak’wah, 1977, hal.111)
AMA, Penulis tersentak ketika membaca paragraf diatas, hiruk pikuk media sosial terkait kisruh dinegeri antara yang viral sejagat maya, ternyata telah tertulis di tahun 1977,. Menyambung tulisan tersebut, Pernah Rasulullah SAW mengibaratkan hidup bermasyarakat dengan hidup diatas kapal ditengah tengah lautan (Ibid hal 112):
“Ada suatu rombongan naik sebuah kapal, lalu mereka membagi-bagi tempat, dan masing masing mereka mendapat tempat masing masing . tiba tiba salah seorang dari mereka melobangi tempat yang didudukinya dengan sebuah kampak, lalu mereka bertanya, “apa itu yang kamu perbuat? Ia menjawab, ini tempatku sendiri dan aku kan boleh berbuat padanya semauku!. Jika mereka terus memegang tangannya, dia akan selamat, tetapi sekiranya mereka biarkan saja dia berbuat begitu, ia akan binasa dan semua orang akan binasa”.
Ate mulie pangkal ajimet, Ike murip sembilang roda cerka, Pongot kedik peries ni donya, Porak sejuk tenironi masa, Terangi akal kin pangkal percayai kekire kin belenye, Santiren budi ku atani kerlang, Temengen jasa kin modal juang, Bejei ate urum kasih sayang, Siremi jiwe urum petimang, Ike tingkis ulakan ku bide, Ike sesat ulakan ku dene... Bertimah lemut berbesi berani, bersejuk tawarmi urum celala rime, Tangkoki murip urum kunci tabah, Bahgie munampi iserapni ranyo. (Puisi, “Manat”, M. Saleh Suhaidy).
Menurut Imam Ghazali, yang dikutip oleh M. Quraish Shihab ‘afwu/pemaafan Allah lebih tinggi nilainya dari maghfirah-Nya. Bukankah kata ‘afwu mengandung makna menghapus mencabut akar sesuatu, membinasakan, dan sebagainya, sedangkan kata maghfirah terambil dari akar kata yang berarti menutup? Sesuatu yang ditutup, pada hakikatnya tetap wujud, hanya tidak terlihat, sedang yang dihapus, hilang, kalau pun ada tersisat, paling hanya bekas-bekasnya (Shihab, M.Q (1998) Wawasan Al-Quran Tafsir Mauhu’i Atas Persoalan Umat cet VIII. Bandung : Mizan-Wawasan Al Quran, Hal 246 dari tulisan Gambaran Perilaku Pemaafan Dalam Konflik Persahabatan, Elfi Shabrina, Hasnawati Hasnawati, Fadhilah https://www.ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alqalb/article/view/957
‛Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.‛ (QS Al-A’raf : 199). Bahwa di antara prinsip- prinsip agama ialah kemudahan, menghindari kesulitan dan yang memberatkan. Dan benarlah berita bahwa Nabi SAW apabila harus memilih antara dua perkara, maka yang beliau pilih pasti lebih mudah. Ada juga yang memahami ‘afwu dalam arti moderasi/pertengahan. Yang memilih pendapat ini menilainya sebagai cangkupan segala kebaikan karena moderasi adalah yang terbaik, juga kata mereka memahaminya dalam arti tersebut menghindarkan timbulnya kesan pengulangan perintah karena perintah memaafkan hampir sama dengan perintah terakhir ayat ini, yakni berpalinglah dari orang-orang jahil. (Ibid hal. 65)
Ama... Kami sedikit mengetahui bagaimana proses hukum itu bukanlah mudah. Proses itu berat. Sehingga dalam perkara perdata pun diwajibkan untuk dilakukan mediasi sebagaimana Perma nomor 1 tahun 2016 yang wajib dihadiri oleh para pihak tanpa diwakili. Apalagi proses pidana. Yang pisau-nya belum tentu mengena. Sudah pasti Ama dan kesemua saksi juga akan disibukkan dengan pemeriksaan, bukankah waktu, perhatian AMA dan Saksi sedang tersita akan Bencana yang terjadi. Ama Lihat-lah kabupaten tetangga, bukankah banyak iktibar dalam ceritanya?
Umar bin Khattab, ketika menyampaikan suatu perintah kepada rakyatnya dimulainya sebagaimana biasa dengan kata “Dengarkan dan taatilah”...namun suatu saat di interupsi oleh salah satu hadirin dengan berkata “Tidak”. Beliau bertanya “Kenapa Tidak”. Dijawab “Kami ingin tahu lebih dahulu, darimana engkau peroleh pakaian ini”. Khalifah saat itu memakai pakaian hasil dari pembagian (Distribusi) yang dibagikan secara rata kepada umum. Dia berpegawakan besar dan tinggi, lantaran jatahnya sendiri terlampau kecil baginya, jatahnya itu tidak dapat dipakainya, tetapi dia tukar pakai dengan jatah anaknya”.
Mendengar pertanyaan tersebut Khalifah tidak meradang, membanggakan posisinya, dia tersenyum...dipanggilnya anaknya Abdullah Bin Umar, lalu bertanya:
“Dapatkah ku minta ALLAH jadi saksi atasmu, mengenai pakaian ini? Terangkanlah apakah ini pakaianmu? Maka, Anak khalifah menerangkan kepada yang hadir bahwa pakaian yang sedang dipakai Khalifah adalah kepunyaannya, sudah dihadiahkan kepada ayahnya lantaran itulah yang sesuai dengan badan ayahnya. Maka berkatalah para hadiri “Kalau begitu, Sekarang Silahkan, Kami mendengarkan dan akan kami patuh! (M. Natsir Op Cit hal. 115-116)
Ama... tidak semua masalah dapat selesai dengan jalur hukum. Tak kala wen si kul muniro honda, Ipak si bensu niro baju ... bukankah ama akan sebijak mungkin menjelaskan kepada mereka, anak kandung ama yang berjumlah lebih dari ratusan ribu orang. Tidak perlu juga memenjarakan mereka semua, diluar kewajiban anak yang wajib patuh kepada Amanya. Atau ama mungkin tidak menyangka kalau mereka hanya RINDU.
RINDU sarik hahoyyy wiwww ni beberu, teriakan wassalualeeeee, Rindu semua bersatu padu, Bulet lagu umut tirus lagu gelas, rempak lagu ere, susun lagu belo. Iya AMA...mungkin anak anakmu hanya MUKALE. Lihat lah Facebook-nya, kirim pesan kepadanya, kami yakin, masih ada photo Ama bersama mereka.
Setidaknya, seginilah yang mampu kami sampaikan dari kejauhan. “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. QS Fussilat ayat 34. ( https://tafsirweb.com/9016-quran-surat-fussilat-ayat-34.html“).
I tilik belang sebelum I pancang, I timang uten sebelum I tene, Harapdi ate kenak ikenang, Enti osah mulingang ate ni heme. Harapdi ate kenak kin sayang, Enti peralai kuringni kule. Harapdi ate kenak kin puji, Enti muniri ku waih ni rume.
Pesanmu Genali:
Gayo Negeri Antara, Antara langit dengan bumi Bensu dengan Malim dewa.
Gayo bermartabat keramat dan mulia
Puji ku Tuhen Selawat ku Nabi, tertib ku jema tue, takzim ku guru, gemasih sesama.
Tulisan ini terkait perseteruan antara kepala daerah dan wakilnya, telah coba dikirim ke beberapa media tapi tidak dipublikasi 😂
Komentar
Posting Komentar